Konstruksi Sosial Berbasis Gender Pengemudi Ojek Online Perempuan di Kota Surabaya
Main Article Content
Abstract
Studi ini berangkat dari adanya perkembangan teknologi digital, yang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berdiri sejajar dengan laki-laki, sekaligus membuka pintu bagi perempuan untuk tampil pada ranah publik—yaitu melalui pekerjaan menjadi pengemudi ojek online. Empat orang perempuan yang berprofesi sebagai pengemudi ojek online di kota Surabaya diwawancarai dengan menggunakan pendekatan kualitatif—dan ditentukan dengan metode purposive.
Studi ini menemukan bahwa melalui proses eksternalisasi, subjek studi mencoba mencari informasi mengenai pekerjaan sebagai pengemudi ojek online yang dianggap oleh masyarakat sebagai pekerjaan laki-laki itu melalui lingkungan sekitar—antara lain keluarga, teman, maupun dengan mengamati fenomena adanya perempuan yang bekerja pada sektor ini. Selain itu, proses eksternalisasi tersebut juga terlihat dari adanya alasan subjek studi ini memilih untuk 'terjun' pada pekerjaan ojek online yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta adanya kemudahan persyaratan untuk melamar. Lebih lanjut kemudian, proses adaptasi sebagai pengemudi ojek online juga merupakan bentuk dari proses eksternalisasi—yang dilakukan melalui cara interaksi dengan sesama pengemudi ojek; bercanda; bertanya terkait kendala yang dialami maupun ikut perkumpulan sesama pengemudi.
Sedangkan proses objektifikasi itu terlihat dari adanya anggapan subjek studi yang menilai pekerjaan ini sebagai bentuk kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki serta hambatan bagi subjek studi dalam menekuni pekerjaan baru yaitu adanya kendala teknis. Terakhir, adalah proses internalisasi yang merupakan wujud identifikasi subjek studi dengan dunia ojek online. Bentuk internalisasi itu antara lain pemakluman subjek studi atas penolakan customer karena alasan gender dan adanya peran ganda yang harus dilakukan oleh subjek studi yaitu mengurus rumah dan bekerja pada ranah publik.
Dengan demikian, studi ini menyimpulkan bahwa bekerja pada ranah publik serta masuk dalam pekerjaan sektor informal memunculkan tantangan bagi subjek studi ini—adanya konstruksi sosial bahwa pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki menghadirkan implikasi berupa penolakan dari pelanggan maupun stigma negatif dari masyarakat. Hal yang juga menunjukkan bahwa terdapat konstruksi sosial tentang pembagian pekerjaan berbasis gender pada masyarakat. Akan tetapi, hadirnya perempuan dalam sektor ini menandakan bahwa perempuan dengan laki-laki memiliki hak yang sama—sekaligus memperlihatkan bahwa perempuan mampu bekerja pada sektor yang selama ini dianggap pekerjaan laki-laki dan menjadikan sebagai sumber pendapatan keluarga.